Tampilkan postingan dengan label SPIRITUAL MEDICINE. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SPIRITUAL MEDICINE. Tampilkan semua postingan
Ketika melihat keindahan alam hakikatnya adalah melihat keagungan Allah Azza Wajalla.
Surat Ali Imron Allah menyuruh melihat dan memikirkan kekuasaan Allah.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” [QS. 3:190]
Anda pasti pernah mendengar tentang apa yang menjadi standar etika sosial dalam kehidupan
- Menghormati orang yang lebih tua.
- Tidak berkata-kata kasar,apalagi kotor dan takabur.
- Tidak menyela pembicaraan orang lain.
- Bersikaplah dengan 3 S (salam, senyum, sapa).
- Mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain.
Ini merupakan standar kepatuhan yang mengakar dalam budaya dengan latar belakang Agama Apapun yang dianut.
Mengapa para ulama mendifinisikan hati mati dalam Al Quran
Karena AlQur'an merupakan tuntunan Hidup umat Muslim Dunia .
Namun pahami pula Beda Hati dan Qalbumu
Maka setelah itu Anda akan tahu hati itu mudah terbolak balik sesuai sifat manusia yang terkadang Imannya naik turun bahkan Adakah yang tak beriman .
Sekarang kita memaknai Hati yang Mati
Karena AlQur'an merupakan tuntunan Hidup umat Muslim Dunia .
Namun pahami pula Beda Hati dan Qalbumu
Maka setelah itu Anda akan tahu hati itu mudah terbolak balik sesuai sifat manusia yang terkadang Imannya naik turun bahkan Adakah yang tak beriman .
Sekarang kita memaknai Hati yang Mati
Bacalah dengan menyebut NamaNYA, Basmallah.
Cara Ikhtiar Sang hamba dengan Belajar menerima ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak bisa engkau ubah,
dan berusaha maksimallah terhadap ketetapan allah yang bisa engkau ubah dan serahkan sisanya kepada rabbmu, lalu berjalanlah di muka bumi dengan kepala tegak,
maka yang di langit akan mencintaimu, dan dibumi akan menghormatimu.
Sabar dan Ikhlas dalam Hidup sementara, semudah itukah
Apabila seseorang ditimpa ujian, hampir mustahil kita bisa tenang dan bersabar, lebih-lebih lagi jika kesabarannya diuji oleh sifat manusia.
Lebih sering marah dan emosional berlebih
Nah jika itu Persoalan diri , mampukah kita bersabar?
Mampukah kita memahami makna di balik;
- Sabar itu sebahagian daripada iman
Penyangkalan dalam banyak hal mengaburkan kebenaran
Walau sesungguhnya kebenaran itu hakiki
Alhamdulillah .. wash-sholaatu was-salaamu 'alaa Rosuulillah…
Diantara perkara yang mendukung seseorang dari kebenaran…
إغفال المشاورة
⚉ Tidak bermusyawaroh dengan para ahli ilmu [orang-orang yang ahli dalam keilmuan]
Ya Rabb,
berkahi kami dengan kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Aamiin.
Dalam khasanah Islam ada dua terminologi populer yang artinya
Sehat yaitu Ash Shihah dan Al Afiat.
Basmalah...
Sebuah renungan pada DIRI mungkinkah pada Anda?
Apakah kita melaksanakan semua ini benar-benar untuk Ibadah?
Apakah hati kita telah bersih dari semua penyakit Riya’, Takabbur serta Rakus?
Apakah tingkah laku serta ucap kata kita benar-benar muncul dari ketakwaan kita terhadap Allah ‘azza wa jalla?
Apakah kita bersungguh-sungguh ikhlas Ridho melaksanakan Qurban ini demi Allah ‘azza wa jalla ?
Lantas mengapa, harus berebut saat menerima pembagian daging qurban?
Mengapa harus rakus mencari daging qurban disana-sini?
Bahkan ...
Hingga mengerahkan semua ‘personil diri ’ untuk berlomba-lomba mencari daging sebanyak-banyaknya.
Yang pada saat bersamaan pula melupakan kewajiban kita menyembah Allah ‘Azza wa jalla dalam RESENSI SHOLAT.
Mengapa harus merasa diri hanya mampu menerima, tanpa bisa memberi?
Ingat, kita mampu berqurban karena ijin Allah ‘azza wa jalla.
Ingat, masih banyak daerah-daerah lain dibelahan bumi ini yang masyarakatnya memang sangat membutuhkan Qurban,...
Ingat, Allah ‘azza wa jalla tahu sedalam-dalamnya hati kita.
Janganlah Riya’, Takabbur, serta Rakus.
Semoga kita selalu punya qalbu yang tertata, bukan hati yang masih di bolak- balik masih urusan dunia
Resensi qurban bisa jadi motivasi kita dalam memaknai
Qurban pengantar diri dalam Taqwa
SubhanAllah
Basmallah,
Segala puji milik Allah,
Mungkin yang Anda maksud dengan suatu kalimat adalah kalimat tauhid,
yakni dua kalimat syahadat
tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah), dan ini juga yang dimaksudkan oleh khotib.
Dua kalimat syahadat memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Ilmu (العلم)
Maksudnya adalah ilmu tentang makna kalimat syahadat yang mengandung peniadaan dan penetapan, yang menghilangkan kebodohan tentang hal tersebut.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.
Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad:19)
kecuali orang yang mengakui al-haq dan mereka mengetahui (mengilmui).”(QS. Az-Zukhruf:86)
Al-haq di sini maksudnya adalah kalimat laa ilaaha illallaah dan mereka mengetahui dengan Qalbumu mereka akan makna kalimat yang disebutkan lisan mereka.
Disebutkan dalam Shohih Bukhari, dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
Barang siapa yang meninggal dan dia mengetahui (mengilmui) bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah niscaya pasti masuk surga.”
2. Yakin (اليقين)
Maksudnya adalah keyakinan yang menghilangkan keraguan,
sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat yakin dengan apa yang dikandung oleh kalimat tersebut secara pasti.
Karena sesungguhnya keimanan itu tidak akan bermanfaat kecuali dengan ilmu yang yakin, bukan prasangka, maka bagaimana jika keraguan masuk kepadanya?
(Tentu lebih tidak bisa diterima-pent.)
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah,
mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurot:15)
Maka kebenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya dipersyaratkan dengan
keimanan yang tidak ada keraguan.
Adapun orang yang ragu termasuk golongan orang munafik, semoga Allah melindungi kita.
Dalam Shohih Bukhari, dari hadits Abu Hurairoh radhiallahu’anhu,
beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما فيحجب عنه الجنة
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan–Nya,
tidaklah ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah dengan kalimat tersebut tanpa keraguan padanya maka surga akan melingkupinya (masuk surga).
Review terkait ;
3. Menerima (القبول)
Maksudnya adalah menerima apa yang terkandung dari kalimat syahadat tersebut dengan hati dan lisannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ …
kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).
Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu. Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan.
Di dalam surga-surga yang penuh nikmat.” (QS. Shoffat:40-43)
Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya,
sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS. An-Naml:89)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Musa radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
“Sesungguhnya permisalan Allah Azza wa Jalla dengan apa-apa yang ada padaku dari petunjuk dan ilmu ini adalah bagaikan hujan yang membasahi bumi.
Ada di antara bumi yang subur, ia dapat menerima air, menumbuhkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang banyak.
Ada pula bumi yang tidak subur, ia tidak dapat menerima air tesebut, namun Allah memberikan manfaat bagi manusia,
hingga mereka dapat minum darinya dan menggembalakan ternaknya.
Dan ada pula bumi lain yaitu padang pasir yang tidak bisa menerima air dan tidak pula dapat menumbuhkan pohon-pohonan.
Maka demikianlah permisalan bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya.
Dan permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya
4. Taat/patuh (الانقياد)
Maksudnya adalah kepatuhan terhadap apa yang dikandung oleh kalimat syahadat dan tidak menyelisihinya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar:54)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
(QS. An-Nisaa:125)
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ
Dan barang siapa yang menyerahkan wajahnya (dirinya) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(QS. Luqman:22) Maksud dari berpegang kepada buhul tali yang kokoh” adalah berpegang kepada kalimat laa ilaaha illallaah dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
Adapun makna menyerahkan wajahnya adalah taat.
Sedangkan makna sedang dia orang yang berbuat kebaikan adalah orang yang bertauhid.
5. Jujur ( الصدق)
Yakni kejujuran yang menolak kedustaan, maksudnya adalah mengucapkan kalimat syahadat dengan jujur dari hati dan lisannya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Alif laam miim Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS. Al-Ankabut:1-3)
Dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار
Tidak seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya secara jujur dari hatinya melainkan Allah akan haramkan dirinya dari neraka.
6. Ikhlas (الإخلاص)
Maksud ikhlas adalah memurnikan amal dengan niat yang benar dari segala bentuk kesyirikan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az-Zumar:3)
dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Baiyinah:5)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو نفسه
Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau jiwanya.
7. Cinta (المحبة)
Maksudnya adalah mencintai kalimat syahadat dan apa yang dituntut dan dikandungnya, mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya, mencintai orang yang teguh menjaga syarat-syaratnya, dan membenci pembatalnya.
Allah berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).(QS. Al-baqarah:165)
Tanda kecintaan hamba kepada Rabb-nya adalah mendahulukan kecintaan Rabb–nya daripada hawa nafsunya, membenci apa yang dibenci Rabb-nya walaupun hawa nafsunya mencintainya, loyal kepada orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan memusuhi orang yang dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mengikuti Rasul dan berpegang pada jalannya serta menerima petunjuknya.
Seluruh tanda-tanda ini merupakan syarat-syarat adanya kecintaan, tidak akan terwujud kecintaan sempurna jika hilang satu syarat darinya. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار
Tiga perkara yang barang siapa perkara itu ada pada dirinya maka dia akan merasakan manisnya keimanan, Allah dan RasulNya lebih dia cinta daripada selain keduanya, seseorang yang saling mencintai karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana dia membenci untuk dihempaskan ke dalam neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).
Beberapa ulama menambahkan syarat yang kedepalan yakni mengingkari terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah (thogut), berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,
“Barang siapa yang mengucapkan laa ilaha illa Allah dan mengingkari apa yang diibadati selain Allah Allah haramkan harta, darah, dan hisabnya.” (HR Muslim)
Maka semestinya terjaganya darah dan harta dengan kalimat laa ilaha illa Allah bersama dengan pengingkaran terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, apa pun itu.
Nara sumber ;
https://muslim.or.id/28007-7-syarat-diterimanya-dua-kalimat-syahadat.html
Segala puji milik Allah,
Mungkin yang Anda maksud dengan suatu kalimat adalah kalimat tauhid,
yakni dua kalimat syahadat
(لا إله إلا الله محمد رسول الله,
tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah), dan ini juga yang dimaksudkan oleh khotib.
Dua kalimat syahadat memiliki beberapa syarat, yaitu:
1. Ilmu (العلم)
Maksudnya adalah ilmu tentang makna kalimat syahadat yang mengandung peniadaan dan penetapan, yang menghilangkan kebodohan tentang hal tersebut.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.
Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad:19)
إِلا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ “…
kecuali orang yang mengakui al-haq dan mereka mengetahui (mengilmui).”(QS. Az-Zukhruf:86)
Al-haq di sini maksudnya adalah kalimat laa ilaaha illallaah dan mereka mengetahui dengan Qalbumu mereka akan makna kalimat yang disebutkan lisan mereka.
Disebutkan dalam Shohih Bukhari, dari Utsman bin Affan radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
من مات وهو يعلم أنه لا إله إلا الله دخل الجنة
Barang siapa yang meninggal dan dia mengetahui (mengilmui) bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah niscaya pasti masuk surga.”
2. Yakin (اليقين)
Maksudnya adalah keyakinan yang menghilangkan keraguan,
sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat syahadat yakin dengan apa yang dikandung oleh kalimat tersebut secara pasti.
Karena sesungguhnya keimanan itu tidak akan bermanfaat kecuali dengan ilmu yang yakin, bukan prasangka, maka bagaimana jika keraguan masuk kepadanya?
(Tentu lebih tidak bisa diterima-pent.)
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah,
mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurot:15)
Maka kebenaran iman kepada Allah dan Rasul-Nya dipersyaratkan dengan
keimanan yang tidak ada keraguan.
Adapun orang yang ragu termasuk golongan orang munafik, semoga Allah melindungi kita.
Dalam Shohih Bukhari, dari hadits Abu Hurairoh radhiallahu’anhu,
beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
أشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، لا يلقى الله بهما عبد غير شاك فيهما فيحجب عنه الجنة
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan–Nya,
tidaklah ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah dengan kalimat tersebut tanpa keraguan padanya maka surga akan melingkupinya (masuk surga).
Review terkait ;
- Hakikat Alfatihah
- Hakikat Al Ikhlas
- Makna Spiritual
3. Menerima (القبول)
Maksudnya adalah menerima apa yang terkandung dari kalimat syahadat tersebut dengan hati dan lisannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
إلا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ رِزْقٌ مَعْلُومٌ فَوَاكِهُ وَهُمْ مُكْرَمُونَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ …
kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).
Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu. Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan.
Di dalam surga-surga yang penuh nikmat.” (QS. Shoffat:40-43)
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آمِنُونَ
Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya,
sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS. An-Naml:89)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Musa radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
مثل ما بعثني الله به من الهدى والعلم كمثل الغيث الكثير أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكلأ والعشب الكثير ، وكانت منها أجادب أمسكت الماء فنفع الله بها الناس فشربوا وسقوا وزرعوا ، وأصاب منها طائفة أخرى إنما هي قيعان لا تمسك ماء ولا تنبت كلأ ، فذلك مثل من فقه في دين الله ونفعه ما بعثني الله به فعلم وعلم ، ومثل من لم يرفع بذلك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي أرسلت به
“Sesungguhnya permisalan Allah Azza wa Jalla dengan apa-apa yang ada padaku dari petunjuk dan ilmu ini adalah bagaikan hujan yang membasahi bumi.
Ada di antara bumi yang subur, ia dapat menerima air, menumbuhkan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan yang banyak.
Ada pula bumi yang tidak subur, ia tidak dapat menerima air tesebut, namun Allah memberikan manfaat bagi manusia,
hingga mereka dapat minum darinya dan menggembalakan ternaknya.
Dan ada pula bumi lain yaitu padang pasir yang tidak bisa menerima air dan tidak pula dapat menumbuhkan pohon-pohonan.
Maka demikianlah permisalan bagi siapa yang paham terhadap agama Allah dan dapat mengambil manfaat dari apa-apa yang Allah mengutusku dengannya maka dia mengetahui dan mengajarkannya.
Dan permisalan bagi siapa yang tidak mengangkat kepalanya dengan hal itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya
4. Taat/patuh (الانقياد)
Maksudnya adalah kepatuhan terhadap apa yang dikandung oleh kalimat syahadat dan tidak menyelisihinya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لا تُنْصَرُونَ
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar:54)
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah,
sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
(QS. An-Nisaa:125)
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ
Dan barang siapa yang menyerahkan wajahnya (dirinya) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(QS. Luqman:22) Maksud dari berpegang kepada buhul tali yang kokoh” adalah berpegang kepada kalimat laa ilaaha illallaah dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
Adapun makna menyerahkan wajahnya adalah taat.
Sedangkan makna sedang dia orang yang berbuat kebaikan adalah orang yang bertauhid.
5. Jujur ( الصدق)
Yakni kejujuran yang menolak kedustaan, maksudnya adalah mengucapkan kalimat syahadat dengan jujur dari hati dan lisannya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Alif laam miim Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
(QS. Al-Ankabut:1-3)
Dalam Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
ما من أحد يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار
Tidak seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya secara jujur dari hatinya melainkan Allah akan haramkan dirinya dari neraka.
6. Ikhlas (الإخلاص)
Maksud ikhlas adalah memurnikan amal dengan niat yang benar dari segala bentuk kesyirikan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS Az-Zumar:3)
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus,dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Baiyinah:5)
Dalam Shohih Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
أسعد الناس بشفاعتي من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو نفسه
Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau jiwanya.
7. Cinta (المحبة)
Maksudnya adalah mencintai kalimat syahadat dan apa yang dituntut dan dikandungnya, mencintai orang-orang yang mengamalkan kandungannya, mencintai orang yang teguh menjaga syarat-syaratnya, dan membenci pembatalnya.
Allah berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).(QS. Al-baqarah:165)
Tanda kecintaan hamba kepada Rabb-nya adalah mendahulukan kecintaan Rabb–nya daripada hawa nafsunya, membenci apa yang dibenci Rabb-nya walaupun hawa nafsunya mencintainya, loyal kepada orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan memusuhi orang yang dimusuhi oleh Allah dan Rasul-Nya, dan mengikuti Rasul dan berpegang pada jalannya serta menerima petunjuknya.
Seluruh tanda-tanda ini merupakan syarat-syarat adanya kecintaan, tidak akan terwujud kecintaan sempurna jika hilang satu syarat darinya. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما ، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله ، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار
Tiga perkara yang barang siapa perkara itu ada pada dirinya maka dia akan merasakan manisnya keimanan, Allah dan RasulNya lebih dia cinta daripada selain keduanya, seseorang yang saling mencintai karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana dia membenci untuk dihempaskan ke dalam neraka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).
Beberapa ulama menambahkan syarat yang kedepalan yakni mengingkari terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah (thogut), berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,
من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله عز جل
“Barang siapa yang mengucapkan laa ilaha illa Allah dan mengingkari apa yang diibadati selain Allah Allah haramkan harta, darah, dan hisabnya.” (HR Muslim)
Maka semestinya terjaganya darah dan harta dengan kalimat laa ilaha illa Allah bersama dengan pengingkaran terhadap segala sesuatu yang disembah selain Allah, apa pun itu.
Nara sumber ;
https://muslim.or.id/28007-7-syarat-diterimanya-dua-kalimat-syahadat.html
Takbir berkumandang
Tanda kemenangan telah datang
Mohon dimaafkan semua kesalahan
Semoga diterima seluruh amal kebajikan
Allah Azza Wa Jalla
Mulaillah membenarkan menjadi lebih benar
klik
***
Ucapan Hari Raya Idul Fitri Pantun
Perlu jenaka walau sahabat jauh disana***
Sepuluh jari tersusun rapi
Senyum mengembang di depan cermin
SMS dikirim pengganti diri
Memohon maaf lahir dan batin
***
Sesungguhnya Kesempatan dan kemampuan harus terus diasah dan teruji dalam tatanan semua hal
Kesempatan dalam Hidup hanya ada satu kali dan harus dipergunakan sebaik mungkin
Adab Doa untuk Orang Tua yang sudah meninggal
Bahagiakan Orang tua yang masih ada, namun jika beliau sudah wafat.
Maka sebagai anak yang berbakti berdo'alah untuk kedua orang tua.
Ada hadist mengatakan seseorang yang telah wafat terputuslah amalannya kecuali 3 perkara yakni ;
- Sedekah jariah
- Ilmu yang bermamfaat dan
- Do'a anak sholeh
Dalam kitab Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menjelaskan bahwa salah satu amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca Surat Al Kahfi
Sebenarnya membaca Surat Al Kahfi tidak hanya baik dibaca pada hari Jumat saja melainkan setiap hari yakni Al Kahfi Day.
Kita ini selalu bersandar padahal hati namun sesungguhnya Qalbulah yang tidak bisa dibolak balikkan
lebih sering memahami akan sebuah sandarannya
seperti ;
Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
Hakikat tawakal merupakan penyandaran hati kepada Allah ’Azza wa Jalla dalam mengambil suatu kebaikan dan menghilangkan suatu keburukan dari seluruh urusan dunia maupun akhirat,
dan beriman dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, serta memberikan keburukan dan manfaat kecuali hanya Allah semata.
(Jika sudah demikian), maka tindakannya berikhtiar dengan apapun tidak akan membahayakan lagi baginya, asalkan hatinya kosong dari (perasaan) bersandar kepadanya dan mengandalkannya.
Sebagaimana tidak berguna baginya perkataan: “aku telah bertawakkal kepada Allah”,
tapi ternyata masih bersandar kepada yang lain-Nya, mengandalkannya, dan percaya penuh kepadanya.
Jadi tawakalnya lisan merupakan perkara tersendiri, dan tawakalnya hati itu perkara lainpula.
Sebagaimana taubatnya lisan tapi hatinya masih terus bermaksiat itu perkara lain lagi.
Bacalah ;
Maka perkataan seorang hamba:
“aku telah bertawakkal kepada Allah”, tapi ternyata hatinya tetap bersandar kepada selain-Nya, itu seperti perkataannya:
“aku telah bertaubat kepada Allah”, tapi ternyata dia tetap dengan kemaksiatannya dan terus melakukannya.”
[Kitab: Alfawaid, Ibnul Qoyyim, hal 87]
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
(HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dan Al Hakim. Imam Tirmidzi berkata : hasan shahih)
Hadist ini merupakan pokok dalam masalah tawakal kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tawakal yang benar harus disertai dengan mengambil sebab yang disyariatkan.
Mengambil suatu sebab bukan berarti menafikan (meniadakan) tawakal. Rasulullah yang merupakan imamnya orang yang bertawakal,
Ketika beliau memasuki kota Mekah pada saat peristiwa Fathul Mekah beliau tetap menggunakan pelindung kepala (ini menunjukkan beliau mengambil sebab untuk melindungi diri beliau).
Beliau juga telah memberi petunjuk untuk menggabungkan antara mengambil sebab dan bersandar kepada Allah melalui sabda beliau :
“Semangatlah kalian terhadap hal-hal yang bermanfaat bagi kalian dan mohonlah pertolongan kepada Allah “ (H.R Muslim 2664).
Dalam hadits ’Umar di atas terdapat penggabungan antara usaha mengambil sebab dengan bertawakal kepada Allah.
Mengambil sebab dalam hadits tersebut disebutkan dengan perbuatan burung, yang pergi dalam keadaan lapar (perutnya dalam keadaan kosong, kemudian pergi untuk mencari rezeki), dan kembali dalam keadaan kenyang (perutnya dalam keadaan isi).
Namun, ketika seseorang mengambil sebab, dia tidak boleh bersandar kepada sebab tersebut, akan tetapi harus tetap harus bersandar hanya kepada Allah Azza Wa jalla dengan ikhtiar yang penuh
Demikian juga tidak boleh seseorang menelantarkan mengambil sebab kemudian menyangka dirinya telah bertawakal kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menetapkan sebab dan Allah pula yang menetapakan hasil dari sebab tersebut. Berkata Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam Jaami’ul ’Uluum wal Hikam:
”Hadist ini merupakan asas dalam hal tawakal kepada Allah, dan sesungguhnya tawakal merupakan sebab terbesar yang dapat mendatangkan rezeki.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan baginya jalan keluar dan
memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangaka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan kecukupan baginya
…” (QS. Ath Thalaaq:2-3).
lebih sering memahami akan sebuah sandarannya
seperti ;
Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- mengatakan:
Hakikat tawakal merupakan penyandaran hati kepada Allah ’Azza wa Jalla dalam mengambil suatu kebaikan dan menghilangkan suatu keburukan dari seluruh urusan dunia maupun akhirat,
dan beriman dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, serta memberikan keburukan dan manfaat kecuali hanya Allah semata.
(Jika sudah demikian), maka tindakannya berikhtiar dengan apapun tidak akan membahayakan lagi baginya, asalkan hatinya kosong dari (perasaan) bersandar kepadanya dan mengandalkannya.
Sebagaimana tidak berguna baginya perkataan: “aku telah bertawakkal kepada Allah”,
tapi ternyata masih bersandar kepada yang lain-Nya, mengandalkannya, dan percaya penuh kepadanya.
Jadi tawakalnya lisan merupakan perkara tersendiri, dan tawakalnya hati itu perkara lainpula.
Sebagaimana taubatnya lisan tapi hatinya masih terus bermaksiat itu perkara lain lagi.
Bacalah ;
Maka perkataan seorang hamba:
“aku telah bertawakkal kepada Allah”, tapi ternyata hatinya tetap bersandar kepada selain-Nya, itu seperti perkataannya:
“aku telah bertaubat kepada Allah”, tapi ternyata dia tetap dengan kemaksiatannya dan terus melakukannya.”
[Kitab: Alfawaid, Ibnul Qoyyim, hal 87]
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang “(HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasaai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, dan Al Hakim. Imam Tirmidzi berkata : hasan shahih)
Hadist ini merupakan pokok dalam masalah tawakal kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tawakal yang benar harus disertai dengan mengambil sebab yang disyariatkan.
Mengambil suatu sebab bukan berarti menafikan (meniadakan) tawakal. Rasulullah yang merupakan imamnya orang yang bertawakal,
Ketika beliau memasuki kota Mekah pada saat peristiwa Fathul Mekah beliau tetap menggunakan pelindung kepala (ini menunjukkan beliau mengambil sebab untuk melindungi diri beliau).
Beliau juga telah memberi petunjuk untuk menggabungkan antara mengambil sebab dan bersandar kepada Allah melalui sabda beliau :
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّ
“Semangatlah kalian terhadap hal-hal yang bermanfaat bagi kalian dan mohonlah pertolongan kepada Allah “ (H.R Muslim 2664).
Dalam hadits ’Umar di atas terdapat penggabungan antara usaha mengambil sebab dengan bertawakal kepada Allah.
Mengambil sebab dalam hadits tersebut disebutkan dengan perbuatan burung, yang pergi dalam keadaan lapar (perutnya dalam keadaan kosong, kemudian pergi untuk mencari rezeki), dan kembali dalam keadaan kenyang (perutnya dalam keadaan isi).
Namun, ketika seseorang mengambil sebab, dia tidak boleh bersandar kepada sebab tersebut, akan tetapi harus tetap harus bersandar hanya kepada Allah Azza Wa jalla dengan ikhtiar yang penuh
Demikian juga tidak boleh seseorang menelantarkan mengambil sebab kemudian menyangka dirinya telah bertawakal kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menetapkan sebab dan Allah pula yang menetapakan hasil dari sebab tersebut. Berkata Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam Jaami’ul ’Uluum wal Hikam:
”Hadist ini merupakan asas dalam hal tawakal kepada Allah, dan sesungguhnya tawakal merupakan sebab terbesar yang dapat mendatangkan rezeki.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاًوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
”
memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangaka. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan memberikan kecukupan baginya
…” (QS. Ath Thalaaq:2-3).
Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan link kajian Spiritual Islami yang bermanfaat ini,
pada jejaring sosial Facebook, Istagram , Twitter yang Anda miliki.
Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala membalas kebaikannya
Popular Posts
-
Assalamu'alaikum wr wb. Pagi ini mungkin mentari sedang cerahnya secerah senyum sahabat. Lewat Media Sosial ini kita saling menya...
-
Relung SPIRITUAL Jiwaku berkata padaku dan menasihatiku agar mencintai semua orang yang membenciku, Dan berteman dengan yang tak suka/ fit...
-
Renungan di 1/3 malam ( #jum'at_berkah) Disela tafakurku .... Terbayang di depan Mata terhidang secangkir teh pahit. Kemudian d...
-
Setiap yang bernama individu tentu punya HAJAT. Sayangnya tak semua dari kita pandai menempatkan kepada siapa kita meminta agar haja...
-
Memaknai AL FATIHAH dalam hakekatnya, بِسْـــــــمِ أللَّهِ ألرَّحْمَنِ ألرَّحِيْم "ALLAH ‘AZZA WA JALLA MENJAWAB AL-FATIH...
-
MINAL AIDIN WAL FAIZIN , - Tanpa disertai perenungan, ungkapan MINAL AIDIN WAL FAIZIN. memang terkesan tak bermakna. Namun, di b...
-
Berharap hal ini tak akan pernah terjadi pada Anda juga mereka,,,, 1. Orang yang tidak tahu menghargai sesuatu, biarpun diberi gun...
-
Yuuuuk bersedekah.... tak punya uang? Apakah sedekah harus dengan uang ? Ambillah perumpamaan di bawah ini.
-
Berucap Baik Berpikir baik dan Bertindak Baik, Merupakan kemampuan berpikir yang anda harus kuasai, Benarkah! Karena hal demikian dapat...
Labels Cloud
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Sahabat...
Ini sebagian Cara kita mengagumi Ke MahaanNYA, berbagi walau hanya sebait kata Syukur di Istiqomah
Silahkan Sahabat berkomentar di Sosial Media terkait...
Terima kasih sudah mampir,
Salam Hangat
Wa'alaikum salam warahmatullahi Wabarakatuh
Learn More ...